Translate

Selasa, 26 Agustus 2014

Pagi

Aku membuka mata untuk ke sekian kalinya. Tak jarang aku lupa untuk bersyukur karena telah bangkit dari tidur ku, lupa pada kebesaran illahi dan justru lebih mengagungkan cinta manusia yang membutakan. Setiap pagi di hari libur aku selalu bangun dengan tidak bersemangat. Tidak jarang juga aku tidak peka terhadap pekerjaan rumah yang seharusnya aku kerjakan untuk sedikit meringankan beban ibu ku. Aku justru langsung mencari ponselku hanya untuk membaca pesan yang kadang gak berguna sama sekali untuk cepat-cepat dibaca. Candu terhadap telepon genggam ternyata telah membelenggu ku. Aku bangun di pagi hari dengan iringan suara tangisan bayi tetangga, suara penggorengan ibu yang bertemu dengan spatulanya, tidak ada adzan subuh karena aku bangun setelah adzan selesai berkumandang. Suara ayam jantan berkokok sayup sayup hampir tidak terdengar, udara sejuk pagi hari hilang entah kemana. diganti dengan hawa panas yang sejak malam telah hadir menyelimuti tidur ku.

Aku membuka mata di tempat yang berbeda, di sebuah kamar yang konon adalah tempat dimana aku pertama kali hadir di dunia ini. Aku membayangkan momen itu, didalam hati aku sangat berterima kasih kepada ibu dan bersyukur kepada tuhan atas segalanya. Didepan ku terdapat jendela dengan hordeng dan teralis tua yang sudah berkarat. Dari jendela itu aku dapat melihat sumur tua peninggalan kakek nenek ku. Pagi itu masih gelap, ragu aku untuk membuka hordeng jendela itu. Aku takut akan kegelapan dari luar sana. Suara ayam berkokok bersahutan, diiringi suara jangkrik, adzan subuh berkumandang. Aku mencari telepon genggam ku hanya untuk melihat jam dan tidak mengharap pesan masuk karena aku tau di tempat ku saat itu minim sekali jaringan internet. Aku rindu, namun rindu ku tertahan, dan lebih rindu terhadap sesuatu yang memang sepantasnya aku rindukan. Menarik napas dalam-dalam ku lakukan berkali-kali, rasa segar memenuhi paru-paru ku. Suara ayam berkokok masih tetap menemani pagi ku, hanya suara jangkrik yang sedikit berkurang volume nya. Ku buka jendela kamar itu, terlihat sekelebat cahaya mentari pagi dari ufuk timur. Ku rapi kan selimut yang sejak malam melindungi ku dari hawa dingin. Sepeda ontel telah mengunggu ku untuk ku ajak jalan-jalan mengelilingi desa dan menyapa handai tolan yang ada.

Tidak ada komentar: